PENTINGNYA CORPORATE
SOCIAL RESPONSIBILITY
(CSR)
BAGI
LINGKUNGAN EKSTERNAL BISNIS
Oleh
:
Husaeri
Priatna, S.Ak., M.M. *)
PENDAHULUAN
Perusahaan dihadapkan dengan beberapa tanggung jawab
sosial secara universal untuk memenuhi kontrak sosialnya terhadap masyarakat. Tanggung jawab
sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) merupakan salah satu dari
beberapa tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders), dalam perkembangannya, konsep CSR
memang tak memiliki definisi tunggal, ini terkait penerapan dan penjabaran CSR
yang dilakukan perusahaan yang juga berdeba-beda.
Corporate
Social Responsibility
(CSR) merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungannya bagi
kepedulian sosial maupun tanggung jawab lingkungan dengan tidak mengabaikan
kemampuan dari perusahaan. Tanggung jawab sosial bagi
perusahaan ini merupakan wacana yang makin umum dalam dunia bisnis di
Indonesia, dimana fenomena ini dipicu oleh semakin mengglobalnya tren mengenai
praktik CSR dalam bisnis. Di pasar modal, CSR mulai terlihat dengan adanya penerapan indeks yang memasukkan kategori saham-saham
perusahaan yang telah mempraktikkan CSR, contohnya London Stock Exchange memiliki Socially Responsible Investment (SRI)
Index, Financial Times Stock
Exchange (FTSE) memiliki FTSE4Good
dan New York Stock Exchange memiliki Dow
Jones Sustainability Index (DJSI). Hal ini juga bahkan mulai diikuti oleh
otoritas bursa saham di Asia, seperti di Singapore
Stock Exchange dan Hanseng Stock
Exchange.
Penerapan
CSR di Indonesia masih kurang dilksanakan oleh para pelaku bisnis, padahal
penerapan CSR merupakan hal penting bagi suatu negara sebagai salah satu aspek
dalam memperbaiki kondisi negara tersebut. Serta mendatangkan keuntungan bagi
masyarakat dan bagi para pelaku bisnis yang dapat melakukan proses bisnisnya
dengan baik karena tanggung jawab terhadap keadaan sosialnya telah
dilaksanakan.
_______________________________________________________________
Penulis
adalah dosen pada Program
Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Bale Bandung
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah yang diangkat dalam tulisan ini berdasarkan permasalahan diatas adalah
sebagai berikut :
1. Apa
pengertian Corporate Social
Responsibility
(CSR).
2. Apa
saja ketentuan yang Terkait dengan Corporate
Social Responsibility
(CSR).
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui serta mengkaji :
1. Pengertian
Corporate Social
Responsibility
(CSR).
2. Ketentuan
yang Terkait dengan Corporate
Social Responsibility
(CSR).
PEMBAHASAN
1. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)
Corporate
Social Responsibility
(CSR) disebutkan pada Undang-undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007, di
dalam pasal satu butir tiga yang berisi : “Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk
berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas
kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Peseroan sendiri, komunitas
setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”
Menurut Hendri Untung (2008:1) Coporate Social
Responsubility adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk kontribusi dalam
pembangungan ekonomi berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawa sosial
perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap
aspek ekonomis, sosial
dan
lingkungan.
Pengertian CSR menurut World Business Council for Sustainable
Development adalah yang dikutip oleh M.Arief Effendi (2009:107) yaitu : “CSR
merupakan komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis
dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas
kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas
pada umumnya.”
Pengertian CSR menurut Jenny R. Suminar (2009:29) bahwa : “Operasi
bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan
secara finansial, melainkan pula untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan
secara holistik, melembaga dan berkelanjutan.”
Menurut CSR Asia seperti dikutip Darwin (2008) definisi CSR yaitu : “CSR
is a company’s commitment to operating in an economically, socially
andenvironmentally sustainable manner whilst balancing the interests of
diversestakeholders.”
Dari
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa CSR merupakan suatu komitmen bisnis
perusahaan, dimana perusahaan dalam melakukan kegiatan operasionalnya bukan
hanya bertujuan untuk meningkatkan keuntungan semata, tetapi juga dapat
melakukan pembangunan secara berkelanjutan untuk lingkungan ekonomi dan sosial
perusahaan, sehingga perusahaan dapat memberikan kontribusi akan keberadaan
perusahaan pada lingkungan disekitarnya.
Perkembangan CSR
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan tidak terlepas dari konteks
waktu pada saat konsep ini berkembang dan berbagai
faktor yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal perusahaan yang
mempengaruhi perkembangan konsep CSR. Menurut Solihin
(2009:15)
terdapat tiga periode penting dalam perkembangan konsep CSR, yaitu :
1. Perkembangan awal konsep
CSR di era tahun 1950-1960
2. Perkembangan konsep CSR di
era tahun 1970-1980
3. Perkembangan konsep CSR di
era tahun 1990-sampai dengan saat ini
2. Ketentuan yang
Terkait dengan Corporate
Social Responsibility (CSR)
Peraturan yang
terkait dengan CSR adalah Semua peraturan yang terkait dengan Perusahaan.
Seperti: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 Tentang
Lingkungan Hidup, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13
tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan, Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 5 tahun 1999 Tentang praktek Larangan Monopoli Dan
Persaingan Usaha tidak sehat dan lain-lain. Perundangan-undangan tersebut
bersifat mandatory dan
harus dilaksanakan.
Sedangkan Peraturan
lain, dan yang menjadi kajian dalam penulisan kali ini adalah CSR yang
dahulunya bersifat voluntary
kini menjadi bersifat mandatory.
peraturan itu adalah :
- Undang – Undang Republik Indonesia No.19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik
Negara
- Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep
-236 /MBU/2003
- Surat Edaran Menter BUMN No. SE.-433/MBU/2003
- Undang-Undang
RepublikIndonesiaNomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
- Undang-Undang Nomor
Republik Indonesia 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal mengatur
hal yang berbeda dengan Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep -236 /MBU/2003 Tentang
Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina
Lingkungan. Jika Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep -236 /MBU/2003 hanya mengatur
PKBL (sebagai bentuk community
development atau kegiatan karikatif) bagi BUMN saja. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal mengatur CSR
atau tanggung jawab sosial
bagi Penanaman modal dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing.
Penanam modal dalam negeri berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau
usaha perseorangan sedangkan Penanaman modal asing adalah bentuk perseroan
terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara
Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Pasal 2 ayat 1 e
Undang – Undang No.19 tahun 2003 Tentang
Badan Usaha Milik Negara mengatur maksud dan tujuan pendirian BUMN
adalah Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha
golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Selanjutnya Keputusan Menteri BUMN Nomor
Kep -236 /MBU/2003 yang mengikat BUMN untuk menyelenggarakan Program
Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL) Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep
-236 /MBU/2003 menyatakan bahwa BUMN wajib melaksanakan PKBL dengan
memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada. (Lihat pasal 2 Keputusan Menteri BUMN
Nomor Kep -236 /MBU/2003 Tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara
Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan) Kinerja Program Kemitraan
tersebut merupakan salah satu indikator penilaian tingkat kesehatan BUMN (Lihat
pasal 27 Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep -236 /MBU/2003 Tentang Program
kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina
Lingkungan). Dana Program Kemitraan bersumber dari: penyisihan laba setelah
pajak sebesar 1% (satu persen) sampai dengan 3% (tiga persen), hasil bunga
pinjaman, bunga deposito dan atau jasa giro dari Dana Program Kemitraan setelah
dikurangi beban operasional, dan dari pelimpahan dana Program Kemitraan dari
BUMN lain (jika ada). Sedangkan Dana Program BL (Bina
Lingkungan) bersumber dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 1%
(satu persen) dan dari hasil bunga deposito dan atau jasa giro dari dana
Program BL(Lihat pasal 8 Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep -236 /MBU/2003
Tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan
Program Bina Lingkungan) Bentuk Program Kemitraan berupa: Pinjaman untuk
membiayai modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan
produksi dan penjualan, serta pinjaman khusus yang berupa: pembiayaan
kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha Mitra Binaan yang bersifat jangka
pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha Mitra Binaan dan
Perjanjian pinjaman dilaksanakan antara 3 (tiga) pihak yaitu BUMN Pembina,
Mitra Binaan dan rekanan usaha Mitra Binaan dengan kondisi yang ditetapkan oleh
BUMN Pembina. Sedangkan bentuk terakhir dari Program Kemitraan, adalah hibah.
Hibah digunakan untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran,
promosi, dan hal-hal lain yang menyangkut peningkatan produktivitas Mitra
Binaan serta untuk pengkajian atau penelitian. Berbeda dengan Bentuk Program
Kemitraan, Dana Program BL yang digunakan untuk tujuan memberikan manfaat
kepada masyarakat di wilayah usaha BUMN, yang berbentuk bantuan: Korban bencana
alam, pendidikan dan atau pelatihan, peningkatan kesehatan, pengembangan
prasarana dan sarana umum, serta sarana ibadah ( Lihat pasal 10 Keputusan
Menteri BUMN Nomor Kep -236 /MBU/2003 Tentang Program kemitraan Badan Usaha
Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina ).
Badan-Badan Usaha
wajib melakukan CSR karena pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal menyatakan:
“(1) Badan usaha atau usaha perseorangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha;
c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman
modal; atau
d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman
modal.
(2) Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Selain dikenai sanksi administratif,
badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Uraian pasal 34
tersebut, sangat jelas bahwa Badan Usaha yang diatur sesuai dengan ketentuan
pasal pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal wajib melakukan CSR,
jika badan usaha tersebut melanggar maka dikenai sanksi administratif selain
itu dapat juga dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
Dari pemberian sanksi
tersebut dapat dimaknai bahwa bagi Badan Usaha yang tidak melaksanakan CSR
(yang dahulu berbentuk voluntary) yaitu: melakukan tindakan
etis, walaupun hal itu belum diatur oleh regulasi dan perilaku etis
berupa pemberian dampak positif pada masyarakat dengan cara melakukan Community Development
ataupun kegiatan karikatif (charity)
akan dikenai sanksi administrasi sesuai dengan pasal 34 ayat 1 dan
2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal. Dan bagi badan usaha yang tidak melaksanakan CSR dalam pengertian kepatuhan pada hukum (mandatory) maka akan
dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Misalnya
Badan Usaha itu melanggar Hak-hak pekerja (dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan)
maka badan usaha itu dikenai sanksi sesuai Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan, dan jika
Badan Usaha tersebut melakukan pencemaran lingkungan maka dapat dikenai sanksi,
sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 Tentang
Lingkungan Hidup
Berbeda dengan
Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep -236 /MBU/2003 Tentang Program kemitraan Badan
Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mengatur CSR atau tanggung jawab
sosial dan lingkungan dalam istilah Undang-undang tersebut hanya bagi Perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya di bidang dan / atau berkaitan dengan sumber daya alam apabila perseroan tersebut tidak
melakukan CSR
maka akan dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
Perseroan di bidang
dan/atau berkaitan Sumber daya alam yang tidak melakukan CSR (yang dahulu
berbentuk voluntary) yaitu: tindakan
etis, walaupun hal itu belum diatur oleh regulasi dan perilaku etis berupa
pemberian dampak positif pada masyarakat dengan cara melakukan Community Development
ataupun kegiatan karikatif) akan dikenai sanksi. Selama belum ada sanksi khusus
yang mengatur maka perseroan yang tidak melakukan CSR akan dikenai sanksi administratif sesuai
pasal 34 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal karena hanya ketentuan tersebut yang mengatur sanksi
bagi badan usaha termasuk Perseroan dibidang dan/atau berkaitan sumber daya
alam jika tidak melaksanakan CSR
(yang dahulu voluntary
atau sukarela). Lalu apabila Perseroan dibidang dan/atau berkaitan sumber daya
alam tidak melakukan CSR
(mandatory) maka
akan dikenai peraturan perundang-undangan terkait.
Tanggung jawab Sosial
Perusahaan/ Tanggung jawab sosial dan Lingkungan (Corporate Social Responsibility) yang dulu
terdiri dari sifat mandatory
dan voluntary, setelah di berlakukannya Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas berubah menjadi
hanya bersifat mandatory. Hal ini bukan sekedar tranpartasi, maupun adopsi
konsep CSR, tetapi merupakan bentuk Inovasi dari Pengaturan Corporate Social Responsibility.
Selanjutnya, bagi perusahaan yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek
Indonesia, pengungkapan aktivitas sosial perusahaan seperti CSR telah diatur
dalam Peraturan BAPEPAM No. KEP-13/BL/2006 tanggal 7 Desember 2006. Penerapan
peraturan BAPEPAM itu diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai
kinerja manajemen kepada lingkungan sosial. Peraturan ini juga diharapkan dapat
membuat manajemen mengungkapkan informasi lain di luar aspek keuangan yang
telah diwajibkan bagi perusahaan. Kondisi tersebut bisa terjadi apabila
perusahaan dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya
yang akan dikeluarkan dalam melakukan aktivitas pengungkapan informasi tanggung
jawab sosial perusahaan.
Sejalan
dengan perkembangan tersebut, praktik pengungkapan tanggungjawab sosial di atur
oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 Paragraf 14 (Revisi 2013), yang meyatakan bahwa: “Beberapa
entitas juga menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai
lingkungan hidup dan laporan nilai tambah, khususnya bagi industri dimana
faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang
menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan keuangan yang memegang
peranan penting. Laporan tambahan tersebut diluar lingkup SAK.”.
Hal ini menjelaskan bahwa perusahaan
masih bersifat sukarela dalam mengungkapkan tanggung jawab sosial kepada
masyarakat.
Crowther David (2008 : 201) mengurai prinsip-prinsip tanggungjawab CSR menjadi tiga, antara lain yaitu:
a. Sustainability
Berkaitan dengan bagaimana
perusahaan dalam melakukan aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumberdaya di masa depan.
Keberlanjutan juga
memberikan arahan bagaimana penggunaan sumberdaya sekarang
tetap memperhatikan dan memperhitungkan kemampuan generasi masa depan. Karena itu sustainability berputar pada keberpihakan
dan upaya bagaimana society memanfaatkan sumberdaya agar tetap
memperhatikan generasi masa datang.
b. Accountability
Merupakan upaya perusahaan
terbuka dan bertanggungjawab atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dibutuhkan, ketika aktivitas perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan eksternal. Konsep ini menjelaskan pengaruh kuantitatif aktivitas perusahaan terhadap pihak
internal dan eksternal (Crowther David, 2008 : 203). Akuntabilitas dapat
dijadikan sebagai media bagi perusahaan membangun image dan network terhadap
para pemangku kepentingan.Tingkat keluasan dan keinformasian laporan perusahaan memiliki konsekuensi sosial maupun ekonomi. Tingkat akuntanbillitas dan tanggungjawab perusahaan menentukan legitimasi stakeholder eksternal, serta
meningkatkan transaksi saham perusahaan.
Keterbukaan perusahaan atas
aktivitas tanggungjawab sosial menentukan respon masyarakat bagi
perusahaan. Namun informasi yang bersifat negative justru menjadi bumerang perusahaan, dan cenderung memunculkan image negatif. Menurut Crowther David (2008 : 203) menyatakan akuntabilitas
dan keterbukaan memiliki kemanfaatan secara sosial dan ekonomi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa informasi yang disampaikan perusahaan bermanfaat bagi para pemangku kepentingan dalam mendukung pengambilan keputusan. Agar informasi dalam laporan perusahaan sebagai wujud akuntabilitas memenuhi kualifikasi, maka akuntabilitas seharusnya mencerminkan karakteristik
antara lain:
1. Understand-ability to all
paries concerned
2. Relevance to the users of
the information provided
3. Reability and terms of
accuracy of measurement, representation of impact and freedom from bias
4. Comparability, which implies consistency, both over time and between different organisations
c. Transparancy
Merupakan perinsip penting bagi pihak
eksternal.Transaparansi bersinggungan dengan
pelaporan aktivitas perusahaan berikut dampak terhadap
pihak eksternal. Crowther David (2008 : 204) menyatakan bahwa: “transparancy, as principle, means that the eksternal inpact of the
actions of the organisation can be
ascertained from that organisation as reporting and pertinent pack as are not this guised within that reporting. The
effect of the action of the
organisation, including eksternal impacts, should be apparent to all from using the information provided by the
organisation’s reporting mechanism”.(Transparansi merupakan satu
hal yang amat peting bagi pihak eksternal, berperan untuk mengurangi
asimetri informasi, kesalahpahaman, khususnya informasi
dan pertanggungjawaban berbagai dampak dari lingkungan).
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahsan yang telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik kesimpulannya sebagai
berikut :
1. Corporate
Social Responsibility
(CSR) merupakan kewajiban perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap
lingkungan eksternal bisnisnya atas aktivitas yang telah dilakukannya. Hal ini
merupakan sebuah akuntabilitas yang dibutuhkan, ketika aktivitas perusahaan mempengaruhi
dan dipengaruhi lingkungan eksternal. Konsep ini menjelaskan
pengaruh kuantitatif aktivitas perusahaan terhadap pihak internal dan eksternal.
2. Bentuk
bantuan sosial yang diberikan perusahaan terhadap lingkungan diantara dapat
memberikan sumbangan untuk kelestarian alam, pembangunan atau pemeliharaan
fasilitas umum seperti jalan, jembatan, tempat peribadatan dan sebagainya. Atau
dapat berupa bantuan langsung terhadap masyarakat seperti sunatan masal, nikah
masal, sembako gratis dan lain sebagainya.
3. Bagi
perusahaan yang tidak melaksanakan CSR, akan dikenai sanksi administratif
sebagaimana diatur dalam pasal 34 ayat 1 dan 2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
Referensi
Darwin, Ali. 2008. “CSR; Standards dan Reporting”.
Makalah disampaikan pada seminar nasional CSR sebagai kewajiban asasi
perusahaan; telaah pemerintah,
pengusaha, dan Dewan Standar Akuntansi, tanggal 27 November 2010.
Jenny R.Suminar. 2009. CSR
Adalah Bentuk Kesalehan Sosial Perusahaan (Institusi). Jurnal Komunikasi dan Informasi Vol. 8 No.1
Ed April.
M. Arief Effendi. 2009. The Power Of Good Governance : Teori dan Implementasi . Jakarta:
Salemba Empat.
Untung, B. Hendri. 2008. Corporate Social Responsibility. Jakarta : Sinar Grafika.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52716870e6a0f/aturan-aturan-hukum-corporate-social-responsibility
https://breath4justice.wordpress.com/2011/04/17/pengaturan-csr-corporate-social-responsibility-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar