Jurnal Ilmiah Akuntansi ISSN 2086 – 4159
AKURAT Nomor 19 Tahun ke-7 Bulan Januari - April 2016
Diterbitkan Oleh Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Bale Bandung (Unibba)
___________________________________________________________________________________
PENYISIHAN
PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF (PPAP)
YANG WAJIB DIBENTUK OLEH BANK
HUSAERI PRIATNA
S.Ak., M.M.
Fakultas Ekonomi Program
Studi Akuntansi Universitas Bale Bandung
ABSTRAK
Kajian dalam penulisan ini yaitu mengenai Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang wajib dibentuk oleh bank.
Bank dalam kegiatan operasionalnya
menyalurkan kredit, diwajibkan membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP) dari laba yang diperolehnya. Sehingga apabila kredit mengalami
permasalahan seperti kredit kurang lancar, kredit yang diragukan bahkan kredit
macet, PPAP yang dibentuk bank akan semakin besar.
PPAP merupakan Cadangan yang
dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan, untuk menampung
kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dan tidak diterimanya kembali
sebagian atau seluruh aktiva produktif; penyisihan penghapusan aktiva produktif
yang dapat diperhitungkan sebagai komponen modal pelengkap adalah maksimum
persentase tertentu (provision
for loan losses). Cadangan yang harus dibentuk sebesar
persentase tertentu dari debet berdasarkan penggolongan Kualitas Aktiva
Produktif sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia.
Pembentukan
PPAP ini berdasarkan
atas Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12
November 1998, pembentukan atau penyisihan dana itu disebut dengan istilah PPAP
atau Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif. Serta ketentuan besarnya
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) diatur berdasarkan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/148/KEP/DIR tentang Pembentukan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif. Selanjutnya pembentukan PPAP
didasarkan atas PBI : 13/26/PBI/2011. Perhitungannya berdasarkan kolektibilitas
kredit lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. Serta dilakukan perhitungan
atas nilai agunan / jaminan yang diberikan debitur terhadap bank.
Kata
Kunci : Bank dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang Masalah
Usaha utama perbankan
adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpnan atau yang dikenal
dengan istilah funding, serta
menyalurkan dana dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang dikenal dengan
istilah funding. Sebagaimana Undang-Undang Perbankan Tahun 1998
Nomor 10 Pasal 1, bahwa : “Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada
masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Selanjutnya Tujuan
bank tercantum dalam pasal 4 bahwa : “Perbankan Indonesia
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan dalam meningkatkan pemerataan,
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ke arah nasional kearah peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak”. Amanat tersebut
menekankan bahwa bank harus membantu pemerintah dalam meningkatkan perekonomian
nasional dengan dua tujuan yakni mendapatkan keuntungan serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Bank menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan berupa tabungan, deposito dan giro yang kemudian dana tersebut
dikelola oleh bank yaitu disalurkan kembali kepada pamsyarakat dalam bentuk
kredit dengan tujuan memperoleh keuntungan. Penyaluran kredit ini diantaranya
terhadap sektor ekonomi produktif seperti sektor pertanian, industri dan
perdagangan, serta terhadap sektor konsumtif.
Tetapi dalam kegiatannya menhyalurkan kredit
dengan tujuan memperoleh keuntungan, bank setelah menyalurkan kredit dihadapkan
dengan kredit bermasalah. Kredit bermasalah ini merupakan resiko bank, namun
resiko ini dapat diminalisir dengan menerapkan prinsip kehati-hatian yaitu
sebelum memberikan kredit bank harus benar-benar intensif menilai calon debitur
dengan menerapkan prinsip 5 c yaitu character,
capacity, capital, condition, dan
collateral. Namun bank dapat melakukan kesalahan pengambilan keputusan
kredit karena bank kesulitan membedakan antara calon debitur yang berkualitas
baik dan berkualitas buruk. Kesalahan pengambilan keputusan ini bisa saja
berakibat buruk terhadap kredit yang dikeluarkan oleh bank. Jelas ini merugikan
pihak bank dan debitur yang berkualitas baik, dan dilain pihak menguntungkan
debitur yang buruk. Penetapan tingkat suku bunga yang tinggi akan membuat
debitur kualitas baik mundur untuk mengajukan kredit, dan kemungkinan akan
mencari bank lain. Sedangkan penetapan tingkat suku bunga rendah pada debitur
kualitas buruk akan merugikan bank karena risiko yang dihadapi tidak sesuai
dengan tingkat suku bunga yang dibebankan, dan potensi kejadian kredit
bermasalah.
Jangka waktu kredit yang diambil oleh debitur
memiliki risiko sendiri. Semakin lama jangka waktu kredit yang diambil debitur
akan meningkatkan risiko kredit bermasalah. Semakin lama jangka waktu kredit
yang diambil berarti semakin banyak masalah yang akan dihadapi oleh debitur,
berarti potensi debitur gagal menghadapi masalahnya meningkat, sehingga potensi
kreditnya bermasalah semakin tinggi.
Atas kredit yang telah disalurkan oleh bank,
maka bank diwajibkan membentuk PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif)
dari laba yang perolehnya. Namun apabila terdapatnya kredit bermasalah yang
merupakan resiko bank, maka PPAP yang dibentuk oleh bank semakin besar. Apabila
pembentukan PPAP ini semakin besar karena meningkatnya kredit bermasalah, maka
resiko kerugian tidak dapat dihindari oleh bank.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
latar belakang masalah diatas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah
sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud dengan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) ?
2.
Bagaimana Perhitungan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) pada Bank Perkreditan Rakyat
(BPR)?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan
latar belakang serta rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan
penulisan ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui mengenai
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP).
2.
Untuk mengetahui perhitungan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) pada Bank Perkreditan Rakyat
(BPR).
II.
PEMBAHASAN
Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP) adalah :
1. Cadangan
yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan, untuk menampung
kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dan tidak diterimanya kembali
sebagian atau seluruh aktiva produktif; penyisihan penghapusan aktiva produktif
yang dapat diperhitungkan sebagai komponen modal pelengkap adalah maksimum
persentase tertentu (provision
for loan losses).
2. Cadangan
yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari debet berdasarkan
penggolongan Kualitas Aktiva Produktif sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan
Bank Indonesia.
Berdasarkan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998,
pembentukan atau penyisihan dana itu disebut dengan istilah PPAP atau
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif. Dalam PPAP, menurut Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No. 31/148/KEP/DIR tentang Pembentukan Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif, pembentukan cadangan atau penyisihan tersebut
dinilai berdasarkan tingkat kolektibilitas dari kredit debitur dengan ketentuan
sebagai berikut :
1.
Cadangan Umum PPAP : Kredit Kategori Lancar < 1%
2.
Cadangan Khusus PPAP :
a.
5% x Kredit Kategori Dalam Perhatian Khusus
b.
15% x (Kredit Kategori Kurang Lancar – Nilai Agunan)
c.
50% x (Kredit Kategori Diragukan – Nilai Agunan)
d.
100% x (Kredit Kategori Macet – Nilai Agunan)
Setelah adanya revisi PSAK 55 pada tahun 2006, maka
istilah dari PPAP pun diganti menjadi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atau
yang sering disebut dengan istilah CKPN. Dalam CKPN, pembentukan atau
penyisihan dana dinilai dari hasil evaluasi kredit debitur yang dilakukan oleh
bank. Jika menurut suatu bank terdapat bukti objektif bahwa kredit dari debitur
itu mengalami impairment (penurunan), maka bank itu harus membentuk dana atau
cadangan atas kredit tersebut. Karena hasil evaluasi kredit debitur tersebut
didasarkan kepada keputusan masing-masing bank, maka tiap-tiap bank memiliki
kebijakan tersendiri dalam membentuk cadangan dana untuk kreditnya. Walaupun
begitu, kebijakan bank itupun tidak boleh melenceng dari beberapa kriteria yang
terdapat dalam PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) setelah adanya
revisi PSAK 55. Adapun ketentuan pengukuran cadangan menurut CKPN berdasarkan
PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) Revisi 2008 dibagi menjadi :
1. Individual Setiap bank dapat memilih perhitungan untuk
mengukur nilai CKPN Individual dengan menggunakan metode seperti di bawah ini :
a. Discounted
Cash Flow : Estimasi arus kas masa akan datang (pembayaran pokok + bunga) yang
didiskonto dengan suku bunga.
b.
Fair Value of Collateral : Dengan memperhitungkan
nilai arus kas atas jaminan atau agunan di masa yang akan dating.
c.
Observable Market Price : Ditentukan dari harga
pasar dari kredit tersebut
2. Kolektif setiap bank dapat memilih beberapa ketentuan
dalam menentukan nilai CKPN pada kelompok kolektif ini sebagai berikut :
a. Dilihat dari perhitungan
arus kas kontraktual kreditur di masa akan dating.
b. Dilihat dari perhitungan
tingkat kerugian historis dari kredit debitur setelah dikurangi tingkat pengembalian kreditnya.
Dari beberapa metode pengukuran CKPN diatas, maka akan
diperoleh besarnya cadangan atau
penyisihan dana atas kredit debitur tersebut.
PPAP dan CKPN dengan Kredit Perbankan
Untuk mengetahui besarnya nilai penyisihan atau cadangan
dana kredit suatu bank berdasarkan perhitungan PPAP, maka kredit bank tersebut
tinggal dikalikan saja dengan persentase dari kolektibilitas kredit tersebut
yang sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh BI.
Sedangkan untuk menentukan besarnya nilai penyisihan atau
cadangan dana dari kredit suatu bank berdasarkan perhitungan CKPN, maka kita
harus menentukan terlebih dahulu kredit dari debitur mana saja yang mengalami
impairment (penurunan nilai). Setelah itu, maka besarnya nilai cadangan dana
kredit itu ditentukan dari selisih antara nilai tunggakan kredit debitur
tersebut sebelum dan sesudah terjadinya impairment (penurunan nilai).
Jika kita bandingkan cara pembentukan dana menurut PPAP
dan CKPN, maka dapat kita lihat bahwa perhitungan PPAP lebih sederhana
dibandingkan dengan perhitungan CKPN, karena kita hanya memperhitungkan
penyisihan dananya berdasarkan tingkat kolektibilitas kredit dari debitur
tersebut. Sedangkan untuk perhitungan CKPN, kita perlu mengecek satu per satu
apakah kredit debitur tersebut mengalami impairment atau tidak. Setelah itu
kita baru akan membentuk cadangan dana setelah terdapat bukti bahwa kredit
debitur tersebut mengalami impairment.
Walaupun perhitungan CKPN lebih rumit, tetapi dengan
adanya pengecekan kredit tersebut secara satu per satu, maka pengontrolan
kredit tersebut pun menjadi lebih terarah, karena apabila terjadi impairment,
maka bank akan segera mencari jalan keluar agar kredit debitur tersebut tidak
sampai dapat merugikan bank tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya
perhitungan pembentukan atau penyisihan dana kredit berdasarkan perhitungan
CKPN ini, maka setidaknya bank dapat mengurangi terjadinya risiko kredit yang
akan dialaminya.
Perhitungan PPAP Kredit pada BPR
Penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP)
berfungsi sebagai cadangan biaya antisipasi terhadap kerugian, yang
ditempatkan pada pos aktiva pada suatu neraca pada laporan
keuangan.
Biasanya PPAP diperhitungkan sebagai faktor yang berpengaruh
terhadap penambahan dan pengurang dari suatu laporan laba rugi bisnis
bank.
Sesuai dengan PBI : 13/26/PBI/2011, Kewajiban membentuk PPAP
berupa PPAP umum dan PPAP khusus, dijabarkan sebagai berikut :
1. PPAP
umum ditetapkan paling kurang sebesar 0,5%
(lima permil) dari Aktiva Produktif yang memiliki kualitas Lancar. Dikecualikan
untuk Aktiva Produktif dalam bentuk :
a. Penempatan BPR pada SBI ; dan
b. Kredit yang dijamin dengan agunan yang bersifat likuid berupa
SBI, surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, tabungan
dan/atau deposito yang diblokir pada BPR yang bersangkutan disertai dengan
surat kuasa pencairan dan logam mulia.
2. PPAP
khusus ditetapkan paling kurang sebesar:
a. 10% (sepuluh perseratus) dari Aktiva Produktif dengan kualitas
Kurang Lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
b. 50% (lima puluh perseratus) dari Aktiva Produktif dengan
kualitas Diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan;
c. 100% (seratus perseratus) dari Aktiva Produktif dengan kualitas
Macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
Sedangkan untuk nilai agunan yang diperhitungkan sebagai
pengurang dalam pembentukan PPAP ditetapkan paling tinggi sebesar :
- 100% (seratus perseratus) dari agunan yang bersifat
likuid berupa SBI, surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia, tabungan dan/atau deposito yang diblokir
pada BPR yang bersangkutan disertai dengan surat kuasa pencairan dan logam
mulia;
- 85% (delapan puluh lima perseratus) dari nilai
pasar untuk agunan berupa emas perhiasan;
- 80% (delapan puluh perseratus) dari nilai hak
tanggungan untuk agunan berupa tanah, bangunan dan/atau rumah yang
memiliki sertifikat yang diikat dengan hak tanggungan;
- 70% (tujuh puluh perseratus) dari nilai agunan
berupa resi gudang yang penilaiannya dilakukan kurang dari atau sampai
dengan 12 (dua belas) bulan dan sejalan dengan Undang-Undang serta
ketentuan dan prosedur yang berlaku;
- 60% (enam puluh perseratus) dari Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP) untuk agunan berupa tanah, bangunan dan/atau rumah yang
memiliki sertifikat yang tidak diikat dengan hak tanggungan;
- 50% (lima puluh perseratus) dari NJOP untuk agunan
berupa tanah dan/atau bangunan dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik
(letter C) atau yang dipersamakan dengan itu termasuk Akta Jual Beli (AJB)
yang dibuat oleh notaris atau pejabat lainnya yang berwenang yang
dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) pada satu tahun
terakhir;
- 50% (lima puluh perseratus) dari harga pasar,
harga sewa atau harga pengalihan, untuk agunan berupa tempat
usaha/los/kios/lapak/hak pakai/hak garap yang disertai bukti kepemilikan
atau surat ijin pemakaian tempat usaha/los/ kios/ lapak/ hak pakai/ hak
garap yang dikeluarkan oleh pengelola yang sah dan disertai dengan surat
kuasa menjual atau pengalihan hak yang dibuat/disahkan oleh notaris atau
dibuat oleh pejabat lainnya yang berwenang;
- 50% (lima puluh perseratus) dari nilai pasar untuk
agunan berupa kendaraan bermotor, kapal atau perahu bermotor yang disertai
dengan bukti kepemilikan dan telah dilakukan pengikatan sesuai ketentuan
yang berlaku;
- 50% (lima puluh perseratus) dari nilai agunan berupa
resi gudang yang penilaiannya dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan
sampai dengan 18 (delapan belas) bulan dan sejalan dengan Undang-Undang
serta ketentuan dan prosedur yang berlaku;
- 50% (lima puluh perseratus) untuk bagian dana yang
dijamin oleh BUMN/BUMD yang melakukan usaha sebagai penjamin Kredit;
- 30% (tiga puluh perseratus) dari nilai pasar untuk
agunan berupa kendaraan bermotor, kapal atau perahu bermotor yang
disertai bukti kepemilikan dan disertai dengan surat kuasa menjual yang
dibuat/disahkan oleh notaris;
- 30% (tiga puluh perseratus) dari nilai agunan berupa
resi gudang yang penilaiannya dilakukan lebih dari 18 (delapan belas)
bulan namun belum melampaui 30 (tiga puluh) bulan dan sejalan dengan
Undang-Undang serta ketentuan dan prosedur yang berlaku.
Untuk nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam
pembentukan PPAP pada Kredit dengan kolektibilitas Kredit Macet:
1. Setelah jangka waktu 2 (dua) tahun sampai dengan 3
(tiga) tahun, ditetapkan paling tinggi sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari
nilai agunan yang diperkenankan untuk diperhitungkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
2. Setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun, tidak dapat diperhitungkan
sebagai faktor pengurang dalam pembentukan PPAP.
III. SIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat
diambil yaitu :
1. PPAP merupakan Cadangan yang dibentuk
dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan, untuk menampung kerugian yang
mungkin timbul sebagai akibat dan tidak diterimanya kembali sebagian atau
seluruh aktiva produktif; penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dapat
diperhitungkan sebagai komponen modal pelengkap adalah maksimum persentase
tertentu (provision for loan losses). Cadangan yang harus dibentuk sebesar
persentase tertentu dari debet berdasarkan penggolongan Kualitas Aktiva
Produktif sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia.
2.
Pembentukan PPAP didasarkan
atas PBI : 13/26/PBI/2011. Perhitungannya berdasarkan kolektibilitas kredit
lancar, kurang lancar, diragukan dan macet dikurangi nilai agunan / jaminan
yang diberikan debitur terhadap bank.
DAFTAR PUSTAKA :
Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998.
Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No. 31/148/KEP/DIR tentang Pembentukan Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif PAPI
(Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) Revisi 2008
http://kliping.mediabpr.com/2012/01/perhitungan-ppap.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar