Minggu, 10 Juni 2018

PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF (PPAP) YANG WAJIB DIBENTUK OLEH BANK (AKURAT Nomor 19 ISSN 2086 – 4159)


Jurnal Ilmiah Akuntansi ISSN 2086 – 4159
AKURAT Nomor 19 Tahun ke-7 Bulan Januari - April 2016 
Diterbitkan Oleh Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Bale Bandung (Unibba)

___________________________________________________________________________________

PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF (PPAP) 
YANG WAJIB DIBENTUK  OLEH BANK

HUSAERI PRIATNA S.Ak., M.M.
Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Bale Bandung


ABSTRAK

Kajian dalam penulisan ini yaitu mengenai Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang wajib dibentuk  oleh bank.

Bank dalam kegiatan operasionalnya menyalurkan kredit, diwajibkan membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dari laba yang diperolehnya. Sehingga apabila kredit mengalami permasalahan seperti kredit kurang lancar, kredit yang diragukan bahkan kredit macet, PPAP yang dibentuk bank akan semakin besar.

PPAP merupakan Cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan, untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dan tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif; penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dapat diperhitungkan sebagai komponen modal pelengkap adalah maksimum persentase tertentu (provision for loan losses).          Cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari debet berdasarkan penggolongan Kualitas Aktiva Produktif sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia.

Pembentukan PPAP ini berdasarkan atas Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998, pembentukan atau penyisihan dana itu disebut dengan istilah PPAP atau Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif. Serta ketentuan besarnya Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) diatur berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/148/KEP/DIR tentang Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif. Selanjutnya pembentukan PPAP didasarkan atas PBI : 13/26/PBI/2011. Perhitungannya berdasarkan kolektibilitas kredit lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. Serta dilakukan perhitungan atas nilai agunan / jaminan yang diberikan debitur terhadap bank.

Kata Kunci : Bank dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)


I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Usaha utama perbankan adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpnan atau yang dikenal dengan istilah funding, serta menyalurkan dana dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang dikenal dengan istilah funding. Sebagaimana Undang-Undang Perbankan Tahun 1998 Nomor 10 Pasal 1, bahwa : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Selanjutnya Tujuan bank tercantum dalam pasal 4 bahwa : “Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan dalam meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ke arah nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”. Amanat tersebut menekankan bahwa bank harus membantu pemerintah dalam meningkatkan perekonomian nasional dengan dua tujuan yakni mendapatkan keuntungan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Bank menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa tabungan, deposito dan giro yang kemudian dana tersebut dikelola oleh bank yaitu disalurkan kembali kepada pamsyarakat dalam bentuk kredit dengan tujuan memperoleh keuntungan. Penyaluran kredit ini diantaranya terhadap sektor ekonomi produktif seperti sektor pertanian, industri dan perdagangan, serta terhadap sektor konsumtif.
Tetapi dalam kegiatannya menhyalurkan kredit dengan tujuan memperoleh keuntungan, bank setelah menyalurkan kredit dihadapkan dengan kredit bermasalah. Kredit bermasalah ini merupakan resiko bank, namun resiko ini dapat diminalisir dengan menerapkan prinsip kehati-hatian yaitu sebelum memberikan kredit bank harus benar-benar intensif menilai calon debitur dengan menerapkan prinsip 5 c yaitu character, capacity, capital, condition, dan collateral. Namun bank dapat melakukan kesalahan pengambilan keputusan kredit karena bank kesulitan membedakan antara calon debitur yang berkualitas baik dan berkualitas buruk. Kesalahan pengambilan keputusan ini bisa saja berakibat buruk terhadap kredit yang dikeluarkan oleh bank. Jelas ini merugikan pihak bank dan debitur yang berkualitas baik, dan dilain pihak menguntungkan debitur yang buruk. Penetapan tingkat suku bunga yang tinggi akan membuat debitur kualitas baik mundur untuk mengajukan kredit, dan kemungkinan akan mencari bank lain. Sedangkan penetapan tingkat suku bunga rendah pada debitur kualitas buruk akan merugikan bank karena risiko yang dihadapi tidak sesuai dengan tingkat suku bunga yang dibebankan, dan potensi kejadian kredit bermasalah.
Jangka waktu kredit yang diambil oleh debitur memiliki risiko sendiri. Semakin lama jangka waktu kredit yang diambil debitur akan meningkatkan risiko kredit bermasalah. Semakin lama jangka waktu kredit yang diambil berarti semakin banyak masalah yang akan dihadapi oleh debitur, berarti potensi debitur gagal menghadapi masalahnya meningkat, sehingga potensi kreditnya bermasalah semakin tinggi.
Atas kredit yang telah disalurkan oleh bank, maka bank diwajibkan membentuk PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif) dari laba yang perolehnya. Namun apabila terdapatnya kredit bermasalah yang merupakan resiko bank, maka PPAP yang dibentuk oleh bank semakin besar. Apabila pembentukan PPAP ini semakin besar karena meningkatnya kredit bermasalah, maka resiko kerugian tidak dapat dihindari oleh bank.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1.     Apa yang dimaksud dengan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) ?
2.     Bagaimana Perhitungan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR)?

1.3  Tujuan Penulisan
            Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penulisan ini yaitu :
1.     Untuk mengetahui mengenai Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP).
2.     Untuk mengetahui perhitungan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

II. PEMBAHASAN
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) adalah :
1.   Cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan, untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dan tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif; penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dapat diperhitungkan sebagai komponen modal pelengkap adalah maksimum persentase tertentu (provision for loan losses).
2.   Cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari debet berdasarkan penggolongan Kualitas Aktiva Produktif sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia.

Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998, pembentukan atau penyisihan dana itu disebut dengan istilah PPAP atau Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif. Dalam PPAP, menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/148/KEP/DIR tentang Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif, pembentukan cadangan atau penyisihan tersebut dinilai berdasarkan tingkat kolektibilitas dari kredit debitur dengan ketentuan sebagai berikut :



1. Cadangan Umum PPAP : Kredit Kategori Lancar < 1%
2. Cadangan Khusus PPAP :
a. 5% x Kredit Kategori Dalam Perhatian Khusus
b. 15% x (Kredit Kategori Kurang Lancar – Nilai Agunan)
c. 50% x (Kredit Kategori Diragukan – Nilai Agunan)
d. 100% x (Kredit Kategori Macet – Nilai Agunan)

Setelah adanya revisi PSAK 55 pada tahun 2006, maka istilah dari PPAP pun diganti menjadi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atau yang sering disebut dengan istilah CKPN. Dalam CKPN, pembentukan atau penyisihan dana dinilai dari hasil evaluasi kredit debitur yang dilakukan oleh bank. Jika menurut suatu bank terdapat bukti objektif bahwa kredit dari debitur itu mengalami impairment (penurunan), maka bank itu harus membentuk dana atau cadangan atas kredit tersebut. Karena hasil evaluasi kredit debitur tersebut didasarkan kepada keputusan masing-masing bank, maka tiap-tiap bank memiliki kebijakan tersendiri dalam membentuk cadangan dana untuk kreditnya. Walaupun begitu, kebijakan bank itupun tidak boleh melenceng dari beberapa kriteria yang terdapat dalam PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) setelah adanya revisi PSAK 55. Adapun ketentuan pengukuran cadangan menurut CKPN berdasarkan PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) Revisi 2008 dibagi menjadi :
1.  Individual Setiap bank dapat memilih perhitungan untuk mengukur nilai CKPN Individual dengan menggunakan metode seperti di bawah ini :
a.     Discounted Cash Flow : Estimasi arus kas masa akan datang (pembayaran pokok + bunga) yang didiskonto dengan suku bunga.
b.    Fair Value of Collateral : Dengan memperhitungkan nilai arus kas atas jaminan atau agunan di masa yang akan dating.
c.     Observable Market Price : Ditentukan dari harga pasar dari kredit tersebut
2.  Kolektif setiap bank dapat memilih beberapa ketentuan dalam menentukan nilai CKPN pada kelompok kolektif ini sebagai berikut :
a.   Dilihat dari perhitungan arus kas kontraktual kreditur di masa akan dating.
b.   Dilihat dari perhitungan tingkat kerugian historis dari kredit debitur setelah dikurangi tingkat pengembalian kreditnya.

Dari beberapa metode pengukuran CKPN diatas, maka akan diperoleh besarnya cadangan atau penyisihan dana atas kredit debitur tersebut.



PPAP dan CKPN dengan Kredit Perbankan
Untuk mengetahui besarnya nilai penyisihan atau cadangan dana kredit suatu bank berdasarkan perhitungan PPAP, maka kredit bank tersebut tinggal dikalikan saja dengan persentase dari kolektibilitas kredit tersebut yang sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh BI.
Sedangkan untuk menentukan besarnya nilai penyisihan atau cadangan dana dari kredit suatu bank berdasarkan perhitungan CKPN, maka kita harus menentukan terlebih dahulu kredit dari debitur mana saja yang mengalami impairment (penurunan nilai). Setelah itu, maka besarnya nilai cadangan dana kredit itu ditentukan dari selisih antara nilai tunggakan kredit debitur tersebut sebelum dan sesudah terjadinya impairment (penurunan nilai).
Jika kita bandingkan cara pembentukan dana menurut PPAP dan CKPN, maka dapat kita lihat bahwa perhitungan PPAP lebih sederhana dibandingkan dengan perhitungan CKPN, karena kita hanya memperhitungkan penyisihan dananya berdasarkan tingkat kolektibilitas kredit dari debitur tersebut. Sedangkan untuk perhitungan CKPN, kita perlu mengecek satu per satu apakah kredit debitur tersebut mengalami impairment atau tidak. Setelah itu kita baru akan membentuk cadangan dana setelah terdapat bukti bahwa kredit debitur tersebut mengalami impairment.
Walaupun perhitungan CKPN lebih rumit, tetapi dengan adanya pengecekan kredit tersebut secara satu per satu, maka pengontrolan kredit tersebut pun menjadi lebih terarah, karena apabila terjadi impairment, maka bank akan segera mencari jalan keluar agar kredit debitur tersebut tidak sampai dapat merugikan bank tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya perhitungan pembentukan atau penyisihan dana kredit berdasarkan perhitungan CKPN ini, maka setidaknya bank dapat mengurangi terjadinya risiko kredit yang akan dialaminya.

 

Perhitungan PPAP Kredit pada BPR

Penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) berfungsi sebagai cadangan biaya antisipasi terhadap kerugian, yang ditempatkan pada pos aktiva pada suatu neraca pada laporan keuangan.
Biasanya PPAP diperhitungkan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap penambahan dan pengurang dari suatu laporan laba rugi bisnis bank. 
Sesuai dengan PBI : 13/26/PBI/2011, Kewajiban membentuk PPAP berupa PPAP umum dan PPAP khusus, dijabarkan sebagai berikut :
1.   PPAP umum ditetapkan paling kurang sebesar 0,5% (lima permil) dari Aktiva Produktif yang memiliki kualitas Lancar. Dikecualikan untuk Aktiva Produktif dalam bentuk :
a.     Penempatan BPR pada SBI ; dan
b.    Kredit yang dijamin dengan agunan yang bersifat likuid berupa SBI, surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, tabungan dan/atau deposito yang diblokir pada BPR yang bersangkutan disertai dengan surat kuasa pencairan dan logam mulia.
2.   PPAP khusus ditetapkan paling kurang sebesar:
a.     10% (sepuluh perseratus) dari Aktiva Produktif dengan kualitas Kurang Lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
b.    50% (lima puluh perseratus) dari Aktiva Produktif dengan kualitas Diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan;
c.     100% (seratus perseratus) dari Aktiva Produktif dengan kualitas Macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.

Sedangkan untuk nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPAP ditetapkan paling tinggi sebesar :
  1. 100% (seratus perseratus) dari agunan yang bersifat likuid berupa SBI, surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, tabungan dan/atau deposito yang diblokir pada BPR yang bersangkutan disertai dengan surat kuasa pencairan dan logam mulia;
  2. 85% (delapan puluh lima perseratus) dari nilai pasar untuk agunan berupa emas perhiasan;
  3. 80% (delapan puluh perseratus) dari nilai hak tanggungan untuk agunan berupa tanah, bangunan dan/atau rumah yang memiliki sertifikat yang diikat dengan hak tanggungan;
  4. 70% (tujuh puluh perseratus) dari nilai agunan berupa resi gudang yang penilaiannya dilakukan kurang dari atau sampai dengan 12 (dua belas) bulan dan sejalan dengan Undang-Undang serta ketentuan dan prosedur yang berlaku;
  5. 60% (enam puluh perseratus) dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) untuk agunan berupa tanah, bangunan dan/atau rumah yang memiliki sertifikat yang tidak diikat dengan hak tanggungan;
  6. 50% (lima puluh perseratus) dari NJOP untuk agunan berupa tanah dan/atau bangunan dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau yang dipersamakan dengan itu termasuk Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh notaris atau pejabat lainnya yang berwenang yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) pada satu tahun terakhir;
  7. 50% (lima puluh perseratus) dari harga pasar, harga sewa atau harga pengalihan, untuk agunan berupa tempat usaha/los/kios/lapak/hak pakai/hak garap yang disertai bukti kepemilikan atau surat ijin pemakaian tempat usaha/los/ kios/ lapak/ hak pakai/ hak garap yang dikeluarkan oleh pengelola yang sah dan disertai dengan surat kuasa menjual atau pengalihan hak yang dibuat/disahkan oleh notaris atau dibuat oleh pejabat lainnya yang berwenang;
  8. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai pasar untuk agunan berupa kendaraan bermotor, kapal atau perahu bermotor yang disertai dengan bukti kepemilikan dan telah dilakukan pengikatan sesuai ketentuan yang berlaku;
  9. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai agunan berupa resi gudang yang penilaiannya dilakukan lebih dari 12 (dua belas) bulan sampai dengan 18 (delapan belas) bulan dan sejalan dengan Undang-Undang serta ketentuan dan prosedur yang berlaku;
  10. 50% (lima puluh perseratus) untuk bagian dana yang dijamin oleh BUMN/BUMD yang melakukan usaha sebagai penjamin Kredit;
  11. 30% (tiga puluh perseratus) dari nilai pasar untuk agunan berupa kendaraan bermotor, kapal atau perahu bermotor yang disertai bukti kepemilikan dan disertai dengan surat kuasa menjual yang dibuat/disahkan oleh notaris;
  12. 30% (tiga puluh perseratus) dari nilai agunan berupa resi gudang yang penilaiannya dilakukan lebih dari 18 (delapan belas) bulan namun belum melampaui 30 (tiga puluh) bulan dan sejalan dengan Undang-Undang serta ketentuan dan prosedur yang berlaku.

Untuk nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPAP pada Kredit dengan kolektibilitas Kredit Macet:
1.     Setelah jangka waktu 2 (dua) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun, ditetapkan paling tinggi sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari nilai agunan yang diperkenankan untuk diperhitungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
2.     Setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun, tidak dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan PPAP.

III.  SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil yaitu :
1.     PPAP merupakan Cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan, untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dan tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif; penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dapat diperhitungkan sebagai komponen modal pelengkap adalah maksimum persentase tertentu (provision for loan losses). Cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari debet berdasarkan penggolongan Kualitas Aktiva Produktif sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia.
2.     Pembentukan PPAP didasarkan atas PBI : 13/26/PBI/2011. Perhitungannya berdasarkan kolektibilitas kredit lancar, kurang lancar, diragukan dan macet dikurangi nilai agunan / jaminan yang diberikan debitur terhadap bank.

DAFTAR PUSTAKA :
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998.
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/148/KEP/DIR tentang Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif PAPI (Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia) Revisi 2008
http://kliping.mediabpr.com/2012/01/perhitungan-ppap.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar