Minggu, 10 Juni 2018

PENTINGNYA CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) BAGI LINGKUNGAN EKSTERNAL BISNIS



PENTINGNYA CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
BAGI LINGKUNGAN EKSTERNAL BISNIS

Oleh :

Husaeri Priatna, S.Ak., M.M. *)




PENDAHULUAN
Perusahaan dihadapkan dengan beberapa tanggung jawab sosial secara universal untuk memenuhi kontrak sosialnya terhadap masyarakat. Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders), dalam perkembangannya, konsep CSR memang tak memiliki definisi tunggal, ini terkait penerapan dan penjabaran CSR yang dilakukan perusahaan yang juga berdeba-beda.
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungannya bagi kepedulian sosial maupun tanggung jawab lingkungan dengan tidak mengabaikan kemampuan dari perusahaan. Tanggung jawab sosial bagi perusahaan ini merupakan wacana yang makin umum dalam dunia bisnis di Indonesia, dimana fenomena ini dipicu oleh semakin mengglobalnya tren mengenai praktik CSR dalam bisnis. Di pasar modal, CSR mulai terlihat dengan adanya penerapan  indeks yang memasukkan kategori saham-saham perusahaan yang telah mempraktikkan CSR, contohnya London Stock Exchange memiliki Socially Responsible Investment (SRI) Index, Financial Times Stock Exchange (FTSE) memiliki FTSE4Good dan New York Stock Exchange memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI). Hal ini juga bahkan mulai diikuti oleh otoritas bursa saham di Asia, seperti di Singapore Stock Exchange dan Hanseng Stock Exchange.
Penerapan CSR di Indonesia masih kurang dilksanakan oleh para pelaku bisnis, padahal penerapan CSR merupakan hal penting bagi suatu negara sebagai salah satu aspek dalam memperbaiki kondisi negara tersebut. Serta mendatangkan keuntungan bagi masyarakat dan bagi para pelaku bisnis yang dapat melakukan proses bisnisnya dengan baik karena tanggung jawab terhadap keadaan sosialnya telah dilaksanakan.


_______________________________________________________________
Penulis adalah dosen pada  Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Bale Bandung


Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat dalam tulisan ini berdasarkan permasalahan diatas adalah sebagai berikut :
1.     Apa pengertian Corporate Social Responsibility (CSR).
2.     Apa saja ketentuan yang Terkait dengan Corporate Social Responsibility (CSR).

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui serta mengkaji :
1.     Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR).
2.     Ketentuan yang Terkait dengan Corporate Social Responsibility (CSR).

PEMBAHASAN
1.  Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)
Corporate Social Responsibility (CSR) disebutkan pada Undang-undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007, di dalam pasal satu butir tiga yang berisi : “Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Peseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”
Menurut Hendri Untung (2008:1) Coporate Social Responsubility adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk kontribusi dalam pembangungan ekonomi berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawa sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial
dan lingkungan.
Pengertian CSR menurut World Business Council for Sustainable Development adalah yang dikutip oleh M.Arief Effendi (2009:107) yaitu : “CSR merupakan komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya.”
Pengertian CSR menurut Jenny R. Suminar (2009:29) bahwa : “Operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan.”
Menurut CSR Asia seperti dikutip Darwin (2008) definisi CSR yaitu : “CSR is a company’s commitment to operating in an economically, socially andenvironmentally sustainable manner whilst balancing the interests of diversestakeholders.”
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa CSR merupakan suatu komitmen bisnis perusahaan, dimana perusahaan dalam melakukan kegiatan operasionalnya bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan keuntungan semata, tetapi juga dapat melakukan pembangunan secara berkelanjutan untuk lingkungan ekonomi dan sosial perusahaan, sehingga perusahaan dapat memberikan kontribusi akan keberadaan perusahaan pada lingkungan disekitarnya.

Perkembangan CSR
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan tidak terlepas dari konteks waktu pada saat konsep ini berkembang dan berbagai faktor yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal perusahaan yang mempengaruhi perkembangan konsep CSR. Menurut Solihin
(2009:15) terdapat tiga periode penting dalam perkembangan konsep CSR, yaitu :
1. Perkembangan awal konsep CSR di era tahun 1950-1960
2. Perkembangan konsep CSR di era tahun 1970-1980
3. Perkembangan konsep CSR di era tahun 1990-sampai dengan saat ini

2.  Ketentuan yang Terkait dengan Corporate Social Responsibility (CSR)
Peraturan yang terkait dengan CSR adalah Semua peraturan yang terkait dengan Perusahaan. Seperti: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 Tentang Lingkungan Hidup, Undang-Undang Republik Indonesia  Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,Undang-Undang Republik Indonesia  Nomor 13 tahun 2003 Tentang  Ketenaga Kerjaan, Undang-Undang Republik Indonesia  nomor 5 tahun 1999 Tentang praktek Larangan Monopoli Dan Persaingan Usaha tidak sehat dan lain-lain. Perundangan-undangan tersebut bersifat mandatory dan harus dilaksanakan.
Sedangkan Peraturan lain, dan yang menjadi kajian dalam penulisan kali ini adalah CSR yang dahulunya bersifat voluntary kini menjadi bersifat mandatory. peraturan itu adalah :
  • Undang – Undang Republik Indonesia No.19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
  • Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep -236 /MBU/2003
  • Surat Edaran Menter BUMN No. SE.-433/MBU/2003
  • Undang-Undang RepublikIndonesiaNomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
  • Undang-Undang  Nomor  Republik Indonesia  40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal  mengatur hal yang berbeda dengan Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep -236 /MBU/2003 Tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan. Jika Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep -236 /MBU/2003 hanya mengatur PKBL (sebagai bentuk community development atau kegiatan karikatif) bagi BUMN saja. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal mengatur CSR atau tanggung jawab sosial  bagi Penanaman modal dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing. Penanam modal dalam negeri berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan sedangkan Penanaman modal asing adalah bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Pasal 2 ayat 1 e Undang – Undang No.19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara   mengatur maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah  Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Selanjutnya Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep -236 /MBU/2003 yang  mengikat BUMN untuk menyelenggarakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL) Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep -236 /MBU/2003 menyatakan bahwa BUMN wajib  melaksanakan PKBL dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada. (Lihat pasal 2 Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep -236 /MBU/2003 Tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan) Kinerja Program Kemitraan tersebut merupakan salah satu indikator penilaian tingkat kesehatan BUMN (Lihat pasal 27 Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep -236 /MBU/2003 Tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan). Dana Program Kemitraan bersumber dari: penyisihan laba setelah pajak sebesar 1% (satu persen) sampai dengan 3% (tiga persen), hasil bunga pinjaman, bunga deposito dan atau jasa giro dari Dana Program Kemitraan setelah dikurangi beban operasional, dan dari pelimpahan dana Program Kemitraan dari BUMN lain (jika ada). Sedangkan Dana Program BL (Bina Lingkungan) bersumber dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 1% (satu persen) dan dari hasil bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program BL(Lihat pasal 8 Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep -236 /MBU/2003 Tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan) Bentuk Program Kemitraan berupa: Pinjaman untuk membiayai modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan, serta pinjaman  khusus yang berupa: pembiayaan kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha Mitra Binaan yang bersifat jangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha Mitra Binaan dan Perjanjian pinjaman dilaksanakan antara 3 (tiga) pihak yaitu BUMN Pembina, Mitra Binaan dan rekanan usaha Mitra Binaan dengan kondisi yang ditetapkan oleh BUMN Pembina. Sedangkan bentuk terakhir dari Program Kemitraan, adalah hibah. Hibah digunakan untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi, dan hal-hal lain yang menyangkut peningkatan produktivitas Mitra Binaan serta untuk pengkajian atau penelitian. Berbeda dengan Bentuk Program Kemitraan, Dana Program BL yang digunakan untuk tujuan memberikan manfaat kepada masyarakat di wilayah usaha BUMN, yang berbentuk bantuan: Korban bencana alam, pendidikan dan atau pelatihan, peningkatan kesehatan, pengembangan prasarana dan sarana umum, serta sarana ibadah ( Lihat pasal 10 Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep -236 /MBU/2003 Tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina ).
Badan-Badan Usaha wajib melakukan CSR karena pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal menyatakan:
“(1) Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha;
c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
(2)  Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Uraian pasal 34 tersebut, sangat jelas bahwa Badan Usaha yang diatur sesuai dengan ketentuan pasal pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal wajib melakukan CSR, jika badan usaha tersebut melanggar maka dikenai sanksi administratif selain itu dapat juga dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Dari pemberian sanksi tersebut dapat dimaknai bahwa bagi Badan Usaha yang tidak melaksanakan CSR (yang dahulu berbentuk voluntary) yaitu: melakukan tindakan etis, walaupun hal itu belum diatur oleh regulasi dan  perilaku etis berupa pemberian dampak positif pada masyarakat dengan cara melakukan Community Development ataupun kegiatan karikatif (charity) akan dikenai sanksi administrasi  sesuai dengan pasal 34 ayat 1 dan 2  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Dan bagi badan usaha yang tidak melaksanakan CSR dalam pengertian kepatuhan pada hukum (mandatory) maka akan dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Misalnya Badan Usaha itu melanggar Hak-hak pekerja (dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan) maka badan usaha itu dikenai sanksi sesuai Undang-Undang Republik Indonesia  Nomor 13 tahun 2003 Tentang  Ketenaga Kerjaan, dan jika Badan Usaha tersebut melakukan pencemaran lingkungan maka dapat dikenai sanksi, sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 Tentang Lingkungan Hidup
Berbeda dengan Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep -236 /MBU/2003 Tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mengatur CSR atau tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam istilah Undang-undang tersebut hanya bagi Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan / atau berkaitan dengan sumber daya alam apabila perseroan tersebut  tidak melakukan CSR maka akan dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
Perseroan di bidang dan/atau berkaitan Sumber daya alam yang tidak melakukan CSR (yang dahulu berbentuk voluntary) yaitu:  tindakan etis, walaupun hal itu belum diatur oleh regulasi dan perilaku etis berupa pemberian dampak positif pada masyarakat dengan cara melakukan Community Development ataupun kegiatan karikatif) akan dikenai sanksi. Selama belum ada sanksi khusus yang mengatur maka perseroan yang tidak melakukan CSR akan dikenai sanksi administratif sesuai pasal 34 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal karena hanya ketentuan tersebut yang mengatur sanksi bagi badan usaha termasuk Perseroan dibidang dan/atau berkaitan sumber daya alam jika tidak melaksanakan CSR (yang dahulu voluntary atau sukarela). Lalu apabila Perseroan dibidang dan/atau berkaitan sumber daya alam tidak melakukan CSR (mandatory) maka akan dikenai peraturan perundang-undangan terkait.
Tanggung jawab Sosial Perusahaan/ Tanggung jawab sosial dan Lingkungan (Corporate Social Responsibility) yang dulu terdiri dari sifat mandatory dan voluntary, setelah di berlakukannya   Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas berubah menjadi hanya bersifat mandatory. Hal ini bukan sekedar tranpartasi, maupun adopsi konsep CSR, tetapi merupakan bentuk Inovasi dari Pengaturan Corporate Social Responsibility.
Selanjutnya, bagi perusahaan yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia, pengungkapan aktivitas sosial perusahaan seperti CSR telah diatur dalam Peraturan BAPEPAM No. KEP-13/BL/2006 tanggal 7 Desember 2006. Penerapan peraturan BAPEPAM itu diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kinerja manajemen kepada lingkungan sosial. Peraturan ini juga diharapkan dapat membuat manajemen mengungkapkan informasi lain di luar aspek keuangan yang telah diwajibkan bagi perusahaan. Kondisi tersebut bisa terjadi apabila perusahaan dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan dalam melakukan aktivitas pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan.
Sejalan dengan perkembangan tersebut, praktik pengungkapan tanggungjawab sosial di atur oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam  Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 Paragraf  14 (Revisi 2013), yang meyatakan bahwa: “Beberapa entitas juga menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah, khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan keuangan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut diluar lingkup SAK.”. Hal ini menjelaskan  bahwa perusahaan masih bersifat sukarela dalam mengungkapkan tanggung jawab sosial kepada masyarakat.
 Crowther David (2008 : 201) mengurai prinsip-prinsip tanggungjawab CSR menjadi tiga, antara lain yaitu:
a.   Sustainability
      Berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumberdaya di masa depan.
      Keberlanjutan juga memberikan arahan bagaimana penggunaan sumberdaya sekarang tetap memperhatikan dan memperhitungkan kemampuan generasi masa depan. Karena itu sustainability berputar pada keberpihakan dan upaya bagaimana society memanfaatkan sumberdaya agar tetap memperhatikan generasi masa datang.
b.   Accountability
      Merupakan upaya perusahaan terbuka dan bertanggungjawab atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dibutuhkan, ketika aktivitas perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan eksternal. Konsep ini menjelaskan pengaruh kuantitatif aktivitas perusahaan terhadap pihak internal dan eksternal (Crowther David, 2008 : 203). Akuntabilitas dapat dijadikan sebagai media bagi perusahaan membangun image dan network terhadap para pemangku kepentingan.Tingkat keluasan dan keinformasian laporan perusahaan memiliki konsekuensi sosial maupun ekonomi. Tingkat akuntanbillitas dan tanggungjawab perusahaan menentukan legitimasi stakeholder eksternal, serta meningkatkan transaksi saham perusahaan.
      Keterbukaan perusahaan atas aktivitas tanggungjawab sosial menentukan respon masyarakat bagi perusahaan. Namun informasi yang bersifat negative justru menjadi bumerang perusahaan, dan cenderung memunculkan image negatif. Menurut Crowther David (2008 : 203) menyatakan akuntabilitas dan keterbukaan memiliki kemanfaatan secara sosial dan ekonomi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa informasi yang disampaikan perusahaan bermanfaat bagi para pemangku kepentingan dalam mendukung pengambilan keputusan. Agar informasi dalam laporan perusahaan sebagai wujud akuntabilitas memenuhi kualifikasi, maka akuntabilitas seharusnya mencerminkan karakteristik antara lain:
1.   Understand-ability to all paries concerned
2.   Relevance to the users of the information provided
3.   Reability and terms of accuracy of measurement, representation of impact and freedom from bias
4.   Comparability, which implies consistency, both over time and between different organisations
c.   Transparancy
Merupakan perinsip penting bagi pihak eksternal.Transaparansi bersinggungan dengan pelaporan aktivitas perusahaan berikut dampak terhadap pihak eksternal. Crowther David (2008 : 204) menyatakan bahwa: “transparancy, as principle, means that the eksternal inpact of the actions of the organisation can be ascertained from that organisation as reporting and pertinent pack as are not this guised within that reporting. The effect of the action of the organisation, including eksternal impacts, should be apparent to all from using the information provided by the organisation’s reporting mechanism”.(Transparansi merupakan satu hal yang amat peting bagi pihak eksternal, berperan untuk mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman, khususnya informasi dan pertanggungjawaban berbagai dampak dari lingkungan).





Kesimpulan
Berdasarkan pembahsan yang telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik kesimpulannya sebagai berikut :
1.     Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan kewajiban perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan eksternal bisnisnya atas aktivitas yang telah dilakukannya. Hal ini merupakan sebuah akuntabilitas yang dibutuhkan, ketika aktivitas perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan eksternal. Konsep ini menjelaskan pengaruh kuantitatif aktivitas perusahaan terhadap pihak internal dan eksternal.
2.     Bentuk bantuan sosial yang diberikan perusahaan terhadap lingkungan diantara dapat memberikan sumbangan untuk kelestarian alam, pembangunan atau pemeliharaan fasilitas umum seperti jalan, jembatan, tempat peribadatan dan sebagainya. Atau dapat berupa bantuan langsung terhadap masyarakat seperti sunatan masal, nikah masal, sembako gratis dan lain sebagainya.
3.     Bagi perusahaan yang tidak melaksanakan CSR, akan dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur dalam pasal 34 ayat 1 dan 2  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

Referensi
Darwin, Ali. 2008. “CSR; Standards dan Reporting”. Makalah disampaikan pada  seminar nasional CSR sebagai kewajiban asasi perusahaan; telaah  pemerintah, pengusaha, dan Dewan Standar Akuntansi, tanggal 27 November 2010.
Jenny R.Suminar. 2009. CSR Adalah Bentuk Kesalehan Sosial Perusahaan (Institusi). Jurnal Komunikasi dan Informasi Vol. 8 No.1 Ed April.
M. Arief Effendi. 2009. The Power Of Good Governance : Teori dan Implementasi . Jakarta: Salemba Empat.
Untung, B. Hendri. 2008. Corporate Social Responsibility. Jakarta : Sinar Grafika.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52716870e6a0f/aturan-aturan-hukum-corporate-social-responsibility
https://breath4justice.wordpress.com/2011/04/17/pengaturan-csr-corporate-social-responsibility-di-indonesia/